Pono Sensasi Nikmat Digoyang Gadis ABG Anak SMA
Hari itu mobil kujalankan pelan dan hati hati di jalan raya karena hujan menuju arah perjalananku kekantor. Ketika persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat deras, tetapi yang pasti dia seorang wanita berambut sebahu dan berseragam SMU. Pono
Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia langsung membuka pintu depan dan duduk disebelahku.
“Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om.”
Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah baju karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih.. Bersih.. Dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis lurus ditengahnya.
“Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit, apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi enggan lewat sini.” Pono
Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah digenangi air hujan. Pono
“Om kantornya dimana,” dia memecah kesunyian.
“Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana,” aku bertanya sambil melirik wajahnya.
Rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan mancung sedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas matanya yang bulat bersinar.
Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki genangan air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir seperti gulungan ombak pantai selatan.
“Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih,” dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.
“I.. i.. ya” jawabku sedikit tergagap.
“Kamu sekolah dimana,” kuulangi pertanyaan yang belum dia jawab sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.
Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU. Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan, padahal dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku yang suka ngelantur.
“Di SMU xxx ” dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.
“O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini.”
Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.
“Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh kok.”
“E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah lihat kamu selama ini.”
“Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku sekolah di Kudus sama Ibu, tapi.. ” dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum berkenalan. javcici.com
“Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?” aku bertanya tiba tiba agar dia tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidak mau meneruskan cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.
“Ratih Om, Ratih Kusumawardhani.”
“Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu,” aku mulai melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin.
“Ah.. Om bisa aja,” dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku meronta melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat. Awan diufuk barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..
“Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Ratih, buat bayar tol.” Pono
Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku melirik ke kiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela kerah bajunya. BH ukuran 34b sedang terisi dengan sempurna oleh gelembung payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya. Pono
“Yang ini Om.. Oup,” tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka diurutan paling atas. Pono
“Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan,” aku menjawab sambil memalingkan muka dan lansung menginjak rem karena mobil di depan berhenti tiba tiba. Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.
Kali ini dia berteriak kecil
“Maaf Om aku nggak sengaja,” tiba tiba dia menutup muka dengan kedua tangannya karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku. Pono
Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang oleh tangan halus si Ratih. Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stir mobil.
“Alamak. Jan..” kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.
“Oi! pacaran jangan di tol” sisopir mengumpat sambil menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil goyang.
Itu adalah awal perkenalanku dengan Ratih, gadis Kudus kelas 3 SMU di Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Ratih dengan setia menunggu di depan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.
Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya tidak sanggup membiayai sekolahnya. Pono
Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum buat si Ratih.
Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau memang lagi ada.
Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Ratih kian dekat saja, kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza yang cukup besar.
Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1 atau 2 jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti kenapa Ratih jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia terus terang bicara.
“Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Ratih nggak nemui Om dan juga sama sekali nggak ngasih kabar.”
Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan kepalanya. Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.
“Memangnya ada apa,” aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa. Pono
“Tadinya Ratih sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah sudah 2 bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya.” Dia merenung sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak turun di Sukarno Hatta. Pono