Ngentot Memek Bi Laha Istri Pamanku
erasa seperti keranjang sampah. Sesak di dadaku semakin menggunung dan menggunung, lalu mendesak keluar. Air mataku mulai mengalir. Tiba-tiba aku terkesiap. Belum pernah aku membentak-bentak suamiku sebelumnya. Belum pernah aku mengahiri pertengkaran dengan bantingan telepon. Belum pernah aku seberani ini. Lalu, bayang-bayang pergumulanku dengan Rafi melintas. Karena itukah aku jadi berani?”)
Aku memberanikan diri melirik ke arah Bi Laha. Perempuan itu tengah duduk sambil menutup muka di sofa. Shit! Kenapa liburanku harus diwarnai hal-hal seperti ini? Kenapa pula aku memilih tempat ini sebagai tempat berliburku? Aku menghela nafas. Ingin rasanya aku mendekati wanita yang tengah bersedih itu dan menghiburnya. Tapi saat itu, aku benar-benar tak tau harus berbuat apa.
Kriiing.. Setan! Sekali lagi ia mengejutkanku, akan kulempar ke tong sampah. Telepon itu berdering berkali-kali namun Bi Laha tak juga beranjak mengangkatnya.
“Bibi ingin saya yang mengangkatnya?” Aku menawarkan diri. Bi Laha mengangkat mukanya. Matanya merah dan basah oleh air mata. Ia tersenyum kecil, dan menggeleng. “Ngga usah Fi.. kamu baik sekali.. biar bibi yang angkat..” Kasihan benar bibiku yang cantik ini. Andai aku dapat menghiburmu. Telepon itu ternyata dari Mang Iyus lagi. Mereka lagi-lagi terlibat pertengkaran soal hak isteri pertama dan kedua.
Bi Laha juga tanpa tedeng aling-aling menuduh Mang Iyus telah melalaikan kewajibannya untuk memenuhi haknya sebagai isteri pertama. Aku membuka pintu depan dan duduk di teras agar tidak mendengarkan pertengkaran itu. Tapi sia-sia, karena di daerah yang sepi seperti Cilimus, orang bisa mendengar suara lebih dari 50 meter. Aku memenuhi paru-paruku dengan udara malam yang segar. aahh.. aku tersenyum sendiri mengingat pengalamannya hari ini. Adakah kesempatan seperti itu akan terulang lagi?
“Saya nggak peduli. Bapak nggak pulang selama sebulan juga saya nggak peduli. Sekarang saya akan kunci rumah, dan pergi tidur. Saya ngga mau liat mukamu malam ini!” Braak! Lagi-lagi Bi Laha mengakhiri pembicaraannya dengan acara banting telepon. Diam-diam aku kagum pada bibiku ini. Sehari-hari ia tampak begitu lincah dan ramah.
Bertolak belakang dengan apa yang baru saja kulihat. Ia bagai seekor singa betina yang mengaum menggetarkan sukma. Aku menghela nafas, lalu masuk kembali dan mengunci pintu. Terlihat Bi Laha masih terduduk di sofa besar dekat meja telepon. Ia kini bersandar sambil menutupi matanya dengan tangan kanan. Tangan kirinya memegang tisu yang sesekali digunakan untuk menghapus air mata yang mengalir deras di pipinya.
Dengan hati-hati aku duduk di sampingnya. Walau sempat ragu, kujulurkan tanganku memeluk pundaknya. “Mau berbagi cerita dengan saya Bi..? Mudah-mudahan bisa mengurangi beban Bibi.” Bisikku dengan lembut. Tiba-tiba isteri pamanku ini menjatuhkan kepalanya ke dadaku dan menangis tersenguk-senguk.
“Bibi sangat setia pada pamanmu Fi.. bibi banyak berkorban untuknya.. tapi kenapa sekarang bibi disia-siakan…” Lalu ia menceritakan bagaimana ia membantu Mang Iyus membangun usahanya. Ia juga bercerita bahwa tanah rumah ini adalah pemberian orang tua Bi Laha. Ia juga bercerita suatu ketika Mang Iyus ditipu orang sehingga harus menjual sebagian hartanya. Bi Laha menjual seluruh perhiasannya untuk menolong suaminya itu.
Dan begitu banyak cerita lainnya yang menyimpulkan betapa tegarnya perempuan ini. Ia pun tetap tegar ketika harus menerima kenyataan untuk dimadu. Kami terdiam beberapa saat. Tangan kananku memeluk pundaknya dan tangan kiriku membelai lembut rambutnya. Tangan kanan Bi Laha memeluk leherku sementara kepalanya masih terus bersandar di dadaku.
(“Pemuda ini sungguh penuh perhatian. Kelembutannya melebihi lelaki manapun yang pernah kukenal. Hanya beberap menit, dan ia sanggup mengurangi kesal di hatiku.” Perempuan itu mendongak memandang wajah keponakannya. “Rafi, sorot matamu sungguh sejuk. Bibi benar-benar merasa aman di dalam pelukanmu.” Harum nafas pemuda itu terasa begitu dekat dengan bibirnya. Tiba-tiba Laha merasa sangat sayang padanya. Ia seakan telah mengenal lelaki itu sangat lama.)
Tangan kanan Bi Laha membelai pipi kiriku dengan kasih sayang, lalu ia mengecup pipi kananku lembut. “Terima kasih Fi.. terimakasih untuk menemani di saat bibi butuh seseorang..” Aku tersenyum. “Saya senang bisa membantu bibi.. Saya sayang pada bibi..” ujarku tulus. Kata-kataku itu membuat bibiku terharu. Kembali ia menyenderkan kepalanya seraya memeluk leherku dengan lebih erat.
Aku pun hanyut oleh rasa kasih sayang yang menyelimuti hati kami. Dengan penuh ketulusan aku mencium kening Bi Laha lamaa sekali. Lalu kukecup pipinya yang terasa basah oleh air matanya. Bi Laha mendongakkan kepalanya memandangku dengan senyuman sayang. Hidung mancungnya dekat sekali dengan hidungku. Kami berdua bisa menghirup wangi nafas masing-masing. Mata kami saling beradu pandang. Oh, alangkah indahnya matamu bi… alangkah cantiknya wajahmu… kalau kau bukan isteri pamanku, aku pasti jatuh cinta padamu. Tak peduli kau 12 tahun lebih tua dariku.
(“Ohh.. Rafi.. bibi benar-benar takluk melihat matamu. Seakan ada magnet yang membuat orang lain tertarik untuk terus memandangi.. Sayang bibi lahir terlalu cepat 12 tahun. Kalau tidak, kita pasti sebaya, dan kita pasti cocok satu sama lain dan akulah yang akan memuaskan malam-malam dinginmu dan aku juga yang pasti menjadi perempuan pertama yang menyedot dan menghisap.”)
Aku menempelkan bibirku di atas bibir Bi Laha. Perempuan itu tanpa ragu menyambut ciuman lembutku. Ciuman ini terasa berbeda dari ciuman-ciuman sebelumnya. Ciuman kali ini lebih merupakan pernyataan kasih sayang dibanding sekedar nafsu.
(“Sayangku, alangkah hangatnya bibirmu. Peluklah aku lebih erat lagi. Leburlah tubuhku dengan ragamu. Malam ini aku bukanlah isteri pamanmu. Malam ini aku adalah kekasihmu. Kali ini, kamu tak perlu lagi memperkosaku. Kamu boleh menggumuli tubuhku sepuasmu. Kamu boleh memasukkan penismu sepuas-puasnya. Oh, belum lebih dari satu jam, aku sudah amat rindu pada penismu itu.”)
Entah siapa yang memulai tahu-tahu bibir kami sudah saling memagut. Lidah Bi Laha mencoba menerobos masuk ke mulutku. Beberapa kali lidahnya bertumbukan dengan lidahku yang juga berupaya untuk menjelajahi lorong mulutnya. “Emmh.. mmh..” Perempuan itu mengerang ketika lidahku berhasil melesak masuk mulutnya dan dengan cepat mulai menjelajahi langit-langitnya.
Kedua tanganku kini memegang pipinya sehingga aku dapat mengontrol pagutan bibir dan lidahku. Lalu Bi Laha mencengkram tangan kiriku dan membimbingnya ke bawah melalui leher, pundak, terus ke dadanya yang busung. Aku mulai tak percaya dengan respon isteri pamanku itu. Belum genap satu jam yang lalu, perempuan itu masih meronta-ronta menolak remasan dan rabaanku. Tapi sekarang, bibiku tanpa malu-malu membawa tanganku ke dadanya.
Kuselipkan tanganku ke balik kebayanya sehingga terpegang bukit daging yang masih dilapisi oleh beha. Lalu, kuselipkan telapak tanganku ke balik behanya yang elastis itu sehingga dengan mudah kukeluarkan buah dada kanan Bi Laha dari cup behanya. “Emmh..” perempuan itu menggelinjang ketika dengan gemas kuremas-remas buah dada montok berwarna putih itu. Remasanku membuat bentuk daging kenyal itu berubah-ubah dari bundar ke lonjong, bundar-lonjong, bundar-lonjong. Lalu, jempol dan telunjukku mulai memilin-milin puting berwarna coklat tua itu.
“Yang keras Fi.. yang kerass.. Ahh..” Bi Laha mendesah seraya menyodorkan dadanya sehingga telapak tanganku semakin dipenuhi oleh gumpalan bukit kenyalnya. Dan tubuhnya semakin menggelinjang ketika kuciumi jenjang lehernya yang putih mulus bagai pualam. Desahannya nyaris menjadi jeritan ketika puting yang telah berubah menjadi keras dan panjang itu kupijit dan kutarik. “aahh.. gila, tarik lagi Fi.. tarik lagiiih.. yang keraass… euuhh.”
(“Saat ini puting buah dadaku terasa seperti tombol listrik yang mengalirkan gelombang kenikmatan keseluruh tubuh setiap kali dipelintir oleh tangan pemuda ini. Remasan-remasan di daging buah dadaku menunjukkan kombinasi gelora birahi muda dengan luapan kasih sayang. Sesekali kasar menyakitkan, namun lebih sering lembut menghanyutkan.
Malam ini, aku merasa seperti orang yang terbebas dari kamar gelap, pengap dan terkunci. Paru-paruku terasa penuh oleh udara sejuk kebebasan. Baru kali ini aku merasa kedudukanku diatas suamiku. Perasaan itu timbul karena aku berani mengambil keputusan untuk tak mempedulikannya. Kini, aku hanya akan peduli pada diriku sendiri. Dan malam ini, aku hanya akan peduli pada nafsu birahiku.”)
Bi Laha menghentikan pagutannya di bibirku. Ia menjauhkan tanganku dari buah dadanya, lalu berdiri. Seraya tersenyum dan memandang mataku dengan pandangan penuh birahi, perempuan itu membuka kancing kebayanya satu per satu. Lalu ia membuka kebayanya, menggerakkan pundak, dan seketika itu juga kain kebaya pink itu jatuh ke lantai melingkari telapak kakinya.
Jantungku makin berdegup kencang melihat tubuh mulus isteri pamanku yang berdiri setengah telanjang di hadapanku. Dengan sigap, tangannya membuka stagennya, dan tak sampai satu menit, kain jarik itupun terjatuh menimbun kakinya yang masih mengenakan sepatu hak tinggi. Maka, tubuh sintal itu kini hanya dibalut beha dan celana dalam saja. Mataku tekejap-kejap tak percaya melihat pemandangan di hadapanku. Bi Laha mengenakan beha berbentuk bikini yang hanya menutupi sebagian kecil ujung buah dadanya.
Tali pundak dan punggungnya tampak tak lebih dari seutas tali kecil. Celana dalamnya yang berwarna putih juga berbentuk bikini pantai yang hanya menutupi daerah selangkangan dan pantat yang dihubungkan oleh seutas tali melintasi pinggul kiri dan kanannya. Di bagian selangkangan, gumpalan bulu keriting nampak menerawang di balik celana dalam tipis dari bahan nilon itu. Wow.. tak pernah kubayangkan di balik kain kebaya isteri pamanku ini tersembunyi beha dan celana dalam yang desainnya sangat merangsang!!
“Kamu suka modelnya Fi?” Bi Laha tersenyum memandang wajahku yang melongo terpesona. Kedua ibu jarinya mengait pada tali BH di depan dada. Pelan-pelan jempolnya menarik tali itu sehingga penutup buah dadanya bergeser ke atas. “Su.. suka sekali bi..” Aku menahan nafas melihat puting coklatnya sedikit demi sedikit terlihat. Tanganku dengan cepat membuka T-Shirt ku. Lalu, kuturunkan ritsluiting celana jeans-ku dan meloloskannya melalui kedua kaki.
Tubuh atletisku kini hanya dibalut celana Calvin Klein merah tua. Dan celana itu tak mampu menutupi bola besarku yang diselimuti bulu-bulu keriting yang lebat. Batang penisku yang sudah tegak itu tampak menonjol di celana berbahan elastis itu. Mata Bi Laha berkejap-kejap memandangi bongkahan daging di selangkanganku itu. Lalu dengan gerakan cepat, Bi Laha menyentakkan tali behanya sehingga kedua buah melon montok itu melejit keluar dari cup-nya dan bergayut menantang untuk dijamah.
“Kamu tega membiarkan bibi kedinginan Fi..?” Katanya sambil membuang behanya ke sofa. Tak tahan dengan godaan perempuan berusia 35 tahun yang sangat mengundang itu, aku meloncat dari dudukku dan menubruk tubuh sintal telanjang yang cuma ditutupi celana dalam tipis itu. Tanganku memeluk erat pinggangnya dan Bi Laha menyambut dengan pelukan yang tak kalah erat di leherku. Dadaku terasa sesak digencet oleh kedua buah dadanya yang montok.
Lalu sambil berdiri, kami saling memagut, menggigit, dan menjilat dengan buas. Jemari lentik perempuan itu membelai-belai rambut belakangku dan meremas punggungku. Tanganku bergerak ke bawah menelusuri punggungnya yang putih bak pualam itu sebelum menyelinap masuk ke dalam celana dalam nilonnya.
Lalu dengan penuh nafsu kuremas dengan keras kedua buah pantatnya. “Emmhh..” Bi Laha mengerang keras sambil terus menyedot lidahku. Selama beberapa saat pantat bulat Bi Laha habis kuremas-remas membuat perempuan itu menggeliat-geliat keras sehingga buah dadanya menggesek-gesek dan menggencet dadaku.
(“Oohh gila remasannya.. belum pernah suamiku menggunakan pantatku sebagai obyek seks-nya.. tapi pemuda ini.. aku betul-betul dibuat gila.. ingin rasanya aku berteriak-teriak liar dan menggeliat-geliat histeris untuk menyemburkan bara gelora yang sudah sedemikian lama terpendam. Dan, tanpa sadar aku sudah melakukannya.
Aku mulai menggelat-geliat liar! Ooohh nikmatnya menggesek-gesekkan putingku ke dadanya yang bidang. Nikmatnya menggesek-gesekkan selangkanganku ke bongkahan daging di selangkangannya. Tunggu! Bongkahan itu! Bongkahan itulah yang saat ini amat sangat kurindukan.
Laha melepaskan pelukannya dari leher Rafi, lalu menempelkannya di dada bidang pemuda itu.
U
uuhh.. Rafi sayang, dadamu begitu kokohnya.. tak heran aku merasa begitu nyaman menyandarkan kepalaku disana. Ayo sayang, sekarang menggeliatlah.. biar kumainkan putingmu dengan jemariku. Yah, mengeranglah.. kamu keenakan kan? Auw!! Jangan cubit pantatku!”)
“Nakal!” Bi Laha balas mencubit putingku. Aku meringis. “Habis saya nggak tahan waktu bibi memainkan puting saya.. gelii..””Hmm” Bi Laha tersenyum nakal sambil menurunkan kedua tangannya ke arah perutku. “Geli mana dengan ini Fi?” Dengan cepat perempuan itu memasukkan tangannya ke celana dalamku dan, “Oaahh”, dalam sekejap penisku sudah berada dalam genggamannya.
(“Pantas saja benda ini nyaris mengoyak vaginaku. Gila, diameternya! Kurasakan jempolku sampai tak bisa bertemu dengan jemariku yang lain! Dan kekenyalannya… ooohh.. sangat menggemaskan. Sangat menggoda untuk.. untuk… dikulum! Oh, haruskah aku menunggu sampai lelaki ini meminta?”)
Aku merasakan kecanggungan Bi Laha ketika menggenggam penisku. Seakan-akan tengah menimbang-nimbang “Mau diapakan benda ini?” “Dikocok dong Bi…” bisikku memohon. Seketika itu juga tangan Bi Laha mulai bergerak-gerak di dalam celana dalamku. “Iya bi.. iyaahh.. lebih cepat bi.. lebih cepaat.”
Tampaknya untuk soal kocok mengocok, Bi Laha lumayan berpengalaman. Ia juga tahu tempat sensitif pria di urat sebelah bawah kepala penis. Seraya mengocok naik-turun, jempolnya mempermainkan urat itu membuat mataku terbeliak dan pinggulku berputar-putar. “Enak bi.. aahh.. ennnaak..” Lalu tanganku melepaskan remasan di pantatnya, dan kusentakkan tali celana dalam nilonnya.
Maka terlepaslah penutup terakhir tubuh sintal isteri Mang Iyus itu. Dengan sigap kuletakkan jari tengahku di belahan vagina Bi Laha. Kusibakkan hutan lebat keriting itu, lalu jariku mencari-cari tonjolan kecil di bagian atas vaginanya.”aahh… sss… aahh.. agak keatas Fi.. agak keatas.. iyaah.. Yang ituuu.. yang ituuu.. ouuuh…” Kembali tangan kanan Bi Laha memeluk leherku, sementara tangan kirinya semakin cepat mengocok penisku.
(“Oh Rafii, kocokanmu begitu nikmat di klitorisku. Auhh, dasar anak nakal! Sempat-sempatnya kau sentil daging itu. Ooohh.. bagaimana kocokanku sayang? Enak? Kalau mendengar erangan dan goyangan pinggulmu, aku yakin kamu menyukainya. Dan lagi, tanganku sudah terasa basah oleh cairan bening yang keluar dari lubang penismu. Ah, kenapa tiba-tiba aku jadi amat menginginkan cairan manimu?”)
Putaran pinggul Bi Laha semakin liar mengikuti kocokanku pada klitorisnya. Erangan dan desahannya sudah menjadi teriakan-teriakan kecil. Ia sudah tak peduli kalau orang lain akan mendengar. Dengan satu tangan yang masih bebas, kulepaskan celana dalam CK-ku sehingga Bi Laha semakin bebas mengocok penisku.
“Fi… kita berdua telanjang bulat Fi.. kita berdua, bibi dan keponakan, telanjang bulat di ruang tamu..” Desahnya sambil memejamkan mata dan tersenyum manja. Lalu kuhentikan kocokanku, dan kuletakkan ujung jari tengah dan telunjuk di pintu vaginanya. Pelan-pelan kudesakkan kedua jariku ke dalam liang yang sudah teramat basah itu.
“Eeehh…” Isteri pamanku itu mengerang lalu menggigit pundakku dengan gemas, kerika kuputar-putar jemariku seraya mendesakkannya lebih kedalam. Lalu mendadak kuhentikan gerak jemariku itu dan berkata,
“Bi.. bibi yakin mau melakukan ini?”
“Ohh ke.. kenapa kamu tanya itu yang..? sss…” tanyanya dengan pandangan sayu seraya mendesis dan menyorong-nyorongkan selangkangannya dengan harapan jemariku melesak semakin dalam.
“Emm, ingat omongan bibi sebelum ini? Bibi bilang ini kesalahan terbesar?”
“Kamu tahu maksud bibi mengatakan itu?” Aku menggeleng. Perlahan, senyum nakal mengembang di bibir perempuan itu. “Adalah kesalahan besar kalau bibi menolak penismu yang… aahh…” Kutusukkan kedua jariku sehingga melesak masuk ke dalam vagina basah itu sehingga pemiliknya menjerit walau belum habis berkata-kata.
Mata Bi Laha membelalak, mulutnya menganga seakan sedang mengalami keterkejutan yang amat sangat. Rasakan! Senyumku dalam hati. Inilah upah berpura-pura. Bi Laha, Bi laha. Aku tahu bibi menginginkan ini sejak perjumpaan pertama. Aku tahu penolakan-penolakanmu itu tak sepenuh hati.
(“Ouuuhh.. ini gilaa.. Ini gilaa..! vaginaku ditusuk oleh jari-jari lelaki! Suatu perbuatan yang selama ini cuma ada di perbincangan ibu-ibu arisan. Itupun diucapkan dengan nada heran bercampur tak percaya. Namun sekarang aku mengalaminya!
Dan aku tak merasa heran. Malah merasa biasa. Yang ada cuma kegelian dan kegatalan yang semakin terasa berputar-putar di vaginaku. Ohh, apakah aku akan orgasme? Secepat itukah? Hmh, kalau saja suamiku tahu apa yang kualami hari ini. Ia akan sadar bahwa apa yang diberikannya selama 15 tahun itu tak ada apa-apanya!”)
Pelan-pelan kugerakkan jemariku keluar masuk vagina Bi Laha. Gerakan itu semakin lama semakin cepat. Dan ruangan itu kembali dipenuhi oleh jeritan-jeritan Bi Laha yang semakin menggila bercampur dengan kecipak vaginanya yang sudah banjir tak keruan. Sambil terus menusuk-nusukkan jemariku di selangkangannya, pelan-pelan kubaringkan tubuh isteri pamanku itu di atas sofa. Bi Laha merebahkan tubuhnya seraya membuka selangkangannya.
Tusukan dan putaran jemari di vagina perempuan itu semakin kupercepat. Pinggulnya kini bergerak naik turun seakan tengah mengimbangi tusukan-tusukan penis lelaki. Aku mencium pangkal lengan mulusnya yang membentang ke atas mencengkram pegangan sofa. Lalu bibirku menelusuri lengan itu ke arah ketiaknya. Sambil mengecup dan sesekali menggigit, bibirku akhirnya sampai pada ketiaknya yang disuburi oleh rambut lebat.
Harum ketiaknya membuat penisku semakin berdenyut di tengah kocokan tangan Bi Laha. Lalu bibirku mengecup dan menarik-narik rambut ketiaknya dengan buas, “Haahh.. haahh.. Fiii.. geliii…” Perempuan itu mendadak menjerit liar. Ah, rupanya ketiak merupakan salah satu ‘titik lemah’ yang dapat memicu keliaran dan kebinalan birahinya.
Kriiing… telepon sialan! Kalau itu pamanku, ia benar-benar laki-laki yang menyebalkan! Makiku dalam hati.
Bi Laha menggeser pinggulnya berusaha meraih gagang telepon. Pinggulnya terus bergerak-gerak mengisyaratkanku untuk terus mengocok dan menusuk vaginanya dengan jariku.
“Haloo.. Haloo..” Bi Laha sama sekali tak berusaha menyembunyikan nafasnya yang tersengal-sengal. Gila, nekat sekali dia.
“Haloo…” Ia mulai meninggikan suaranya. Setelah beberapa saat tak mendengar jawaban, Bi Laha menggeletakkan begitu saja gagang telepon di atas sofa.
“Siapa itu bi? Mang Iyus?”
“Tauk, nggak ada suaranya..” katanya seraya memeluk leherku dan mencium bibirku dengan kekangenan yang luar biasa.
“Fiii..” Desahnya manja, “Bibi mau.., masukin penismu sekarang dong… please…” Wah hebat. Bibiku ini sudah menggunakan terminologi Inggris! Please, katanya.
“Sabar sebentar ya bii..” ujarku tersenyum sambil mengeluarkan jemariku dari vaginanya. Lalu menggeser tubuh sintal Bi Laha sehingga terduduk bersandar di sofa. Kakinya menggelosor ke lantai dengan sedikit mengangkang.
“Mau diapain yang…?”
“Sshh.. nikmatin saja bi..” Aku mulai menciumi dan menyedot kedua buah dada montoknya. Lalu pelan-pelan bibirku mulai menyusuri perutnya yang semulus marmer itu ke arah selangkangan. Menyadari arah bibirku, perempuan itu mengepitkan kedua pahanya dan menahan kepalaku.
“Fi.. jangan Fi… jangan ke situ.. bibi Risih..”
“Hmm.. kenapa risih bi..? Kan penis dan tangan saya sudah pernah masuk ke vagina bibi?”
“Dasar bandel.., bibi risih.. soalnya kalau kamu cium disitu.. kamu akan lihat semuanya.. bibi.. bibi malu..”
{{Jantung Nuke nyaris terlompat dari dadanya mendengar percakapan yang baru saja didengarnya. Ia masih memegang gagang telepon di rumahnya. Baru saja ia memberanikan diri untuk menelepon isteri tua suaminya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Sebagai isteri muda, ia merasa tak nikmat menjadi penyebab pertengkaran suaminya dengan perempuan itu.
Namun, entah mengapa, ketika isteri pertama suaminya itu menjawab teleponnya dengan nafas tersengal, Nuke merasa keberaniannya hilang. Ia juga merasa ada sesuatu yang luar biasa tengah terjadi pada perempuan itu. Dan Rafi, keponakan suaminya yang sedang berlibur itu, ternyata sudah pernah menyetubuhi Laha.
Juga, anak muda itu pernah memasukkan jarinya ke dalam anu-nya Laha! Oh, haruskah ia menceritakan ini pada suaminya? Pantaskah ia menguping perbuatan mereka? Pelan-pelan, Nuke kembali mendekatkan gagang telepon itu ke telinganya.
“Ngga apa-apa bi.. ngga usah malu.. vagina perempuan kan sama dimana-mana?” Terdengar suara lelaki itu berusaha menenangkan Laha. Oh, akankah keponakan suaminya itu berhasil mencium anu bibinya sendiri? Tanpa sadar, Nuke menggigit bibir dengan perasaan tegang.”Fii! Please.. ganti kata-kata penis dan vagina itu! Bibi risih mendengarnya..” Terdengar lelaki itu tertawa. “Oke.. gimana kalau penis dan vagina? Sound better?”
Lalu terdengar suara orang berciuman. Nuke menelan ludah, dan menyilangkan kedua pahanya. Lama tak terdengar suara apa-apa. Oh, apa yang sedang mereka lakukan? Tiba-tiba Nuke terperanjat oleh jeritan Laha.
“Fiii.. jangaann.. pleaasee.. bibi maluuu..” Terdengar suaranya seperti orang hendak menangis. “aa Fii, jangan dipaksa dong… oh.. ooohh.. oohh…” Lalu yang ada di telinga Nuke adalah rintihan dan erangan Laha penuh kenikmatan. Gila pemuda itu. Kelihatannya ia berhasil mencium dan menjilat anu-nya Laha. Oh, seperti apakah rasanya? Pasti luar biasa, karena suara perempuan itu tak melawan lagi dan cuma melolong-lolong keenakan.
“Ooohh.. Fiii.. nikmat bangeeet… Yah.. yah.. iyaahh… sedot daging yang atas sayang.. yah itu.. itu.. aahh.. sedot terus Fiii… sedot terruuusss…” Nuke mulai menggesek-gesekkan kedua pahanya. Ada perasaan geli dan gatal mengalir ke selangkangannya. Tiba-tiba ia terperanjat ketika mendengar suara Mang Iyus tepat dibelakangnya.
“Gimana Nuk? Sudah bicara dengan Laha?” Nuke menutupi bulatan tempat bicara pada gagang telepon, takut suara suaminya terdengar oleh pasangan yang tengah asyik masyuk di ujung sana.
“mm belum, teleponnya masih bicara”, katanya berbohong. Tampak suaminya menghela nafas. Nuke merasa kasihan melihat wajah suaminya itu. Lelaki malang, ia tak tahu isteri pertamanya kini tengah asyik bergumul dengan keponakannya sendiri.
“Kalau begitu, ayo kita antar ibu ke dokter.””Emm, Kang Iyus saja deh yang nganter. Nuke mau coba telepon teh Laha dulu, nggak enak rasanya.” Suaminya hanya mengangkat bahu dan berlalu. Setelah mobil suaminya melesat keluar, Nuke buru-buru mengganti kebayanya dengan daster, tanpa beha, tanpa celana dalam. Lalu dengan segera meletakkan gagang telepon itu kembali di telinganya.}}
Bi Laha mengangkat kedua paha dan menyandarkannya di pundakku. Lidahku dengan rakus menjilat daging merah yang terletak di antara dua bibir vaginanya. Kedua bibir itu sudah terbuka lebar dikuak oleh kedua tanganku. Rasa asin dilidahku makin merangsang birahiku. Sesekali aku memasukkan lidahku ke dalam lubang vagina itu dikombinasikan dengan sedotan-sedotanku pada vagina Bi Laha. Perempuan itu menghentakkan pinggulnya sambil menjilati bibirnya sendiri. Tangannya menekan kepalaku dengan keras di selangkangannya.
{{Erangan dan rintihan Laha, membuat selangkangan Nuke semakin dipenuhi oleh rasa geli dan gatal. Brengsek. Kenapa aku jadi penasaran dengan permainan mereka? Bagaimana akhirnya? Hmm seperti apakah lelaki bernama Rafi itu?
“Ohh Fii.. lidah kamu seperti penis.. nikmat banget keluar-masuk seperti itu.. bibi rasanya sudah nggak tahan.. tolong masukin penis raksasamu sekarang dong Fiii.. please…” Penis raksasa? Gila juga isteri tua suamiku itu, kata Nuke dalam hati. Kok dia nggak malu minta-minta dimasukin seperti itu ya? Sial, aku malah jadi penasaran. Seperti apa sih si Rafi itu? Dan, mm, sebesar apa sih penisnya?
“Fii.. ayo dong.. bibi hampir keluar nihh.. hentikan sedotanmu sayang.. ayoo..” Huh, nafsu perempuan itu ternyata besar juga. Pantas dia tak tahan oleh godaan keponakannya sendiri. Apalagi anu-suaminya sedang ada masalah. Oh, tak terasa sudah hampir 6 bulan saat terakhir aku merasakan sentuhan Kang Iyus. Tiba-tiba perempuan itu merasa iri pada Laha. Bagaimanapun, isteri tua suaminya itu berani mengambil keputusan!
Nuke mengakui. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik di sambungan telepon itu. “Aduh, telepon sialan, ngganggu saja!” Terdengar makian Laha begitu jelas di telepon. Oh, rupanya perempuan itu kini terbaring dan kepalanya menindih gagang telepon yang masih tergeletak di sofa. Nuke berharap cemas semoga telepon itu tidak diputus.
Lalu terdengar suara kecupan dan erangan. Oh mereka mulai lagi berciuman dengan bernafsu. Syukur mereka tetap tak peduli dengan teleponnya. Aku bisa membayangkan seorang pemuda tengah merayap di atas tubuh Laha, lalu perempuan itu membuka lebar-lebar pahanya, lalu lelaki itu menempelkan penisnya di pintu vagina isteri tua suamiku itu, lalu mendorong pelan-pelan pinggulnya.
” Yah Fii.. Yah… pelan-pelan Fii.. ouhh besarnyaa..” Laha mulai merintih-rintih. Nuke menggesek-gesekkan pahanya. Berkali-kali ia menelan ludah. Jantungnya berdegup cepat. Oh, lelaki itu mulai memasukkan penisnya ke dalam vagina Laha! Tangan isteri muda itu menyelip ke dalam selangkangannya. Ada kelembaban yang hangat terasa di sana.
“Uhh.. Fii stop dulu sayang.. ssakiiit… hh.. hh.. hh..” Nuke sempat bergidik mendengar rintihan Laha. Seberapa besar punya-mu Rafi?
Oh, kenapa aku jadi tak sabar ingin bertemu dengan pemuda itu? Nuke, jangan gila! Kau kan tidak berharap pemuda itu melakukan apa yang diperbuatnya pada Laha kepadamu? Nuke tidak tahu jawabnya. Andaikan ia tahu pun ia tak mau menjawabnya. Suara nafas Laha jelas sekali di telepon. Kentara sekali ia tengah menenangkan dirinya menahan sakit dan nikmat karena dimasuki penis keponakannya yang besar itu.
“Yang.. bibi sudah siap.. ayo.. masukkan semuanya.. yahh.. iyyaahh..” Oh, gila, gila.. penis besar itu pasti sudah masuk semua! Oh, terbayang nikmatnya. Terbayang rasa kesemutan dan pegal itu. Nuke teringat kala pertama kali suaminya merenggut keperawanannya. sss.. Ohh.. Isteri muda itu mulai menekan-nekan vaginanya dari luar daster. Lalu mulailah terdengar suara kecupan, suara erangan pasangan kasmaran itu yang seirama dengan bunyi sofa berderit-derit.
” Ahh.. terus Fi.. teruuus.. lebih cepat.. Lebih cepaat..” Jerit Laha. Dan suara derit pun terdengar lebih cepat. Oh, bisa kubayangkan pinggul lelaki itu naik-turun dengan cepat. Juga bisa kubayangkan suara vagina Laha berkecipak dihunjam dengan keras oleh benda besar milik keponakan suamiku itu.
“Yahh.. sedot yang keras Fi.. sedot yang keraas.. gigit puting bibi sayang.. gigit puting bibiii.” Oh, tiba-tiba Nuke mengeluh, bisakah aku seberuntung perempuan itu?}}
Leherku terasa hampir patah dipeluk oleh Bi Laha. Ia memintaku untuk menyedot buah dadanya sekuatku, menjilat putingnya secepatku, dan memompakan pinggulku sekerasnya. Tak kalah dengan tangannya, kedua kakinya merangkul erat pinggangku. Hentakan pinggulku membuat buah dada isteri pamanku itu berguncang-guncang keras.
Mulutnya yang seksi terus menganga menghamburkan jeritan-jeritan birahi. Kaki indahnya yang masih mengenakan sepatu hak tinggi hitam itu, kini terangkat di udara seakan menyambut tusukan-tusukan penisku. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh membuat kulit kami terlihat mengkilat dan licin bila digesekkan satu sama lain. Otot tubuh Bi Laha tiba-tiba menegang. Oh, apakah ia akan mencapai puncaknya? Padahal aku belum apa-apa. Aku masih ingin lebih lama menikmati pergumulan ini.
{{Nafas Nuke mulai memburu. Jantungnya berpacu dengan gesekan tangan di selangkangannya. aah, permainan panas Laha dengan anak muda itu benar-benar membuat vaginaku becek gila-gilaan. Beruntung rumah ini kosong, pikir perempuan berusia 20 tahun itu seraya menyingsingkan dasternya sehingga vagina polos tak berbulu itu langsung menyentuh bantalan kursi.
Sejak remaja ia telah mencukur habis bulu kemaluannya. Terasa lebih bersih, demikian alasannya. Lalu dengan cepat ditempelkannya jari tengah pada tonjolan daging di ujung atas bibir vaginanya. Kini, jantung Nuke berpacu dengan kocokan jari di klitorisnya. Ia mendesah, mendesis, seraya memegang gagang telepon itu dengan kuping dan pundaknya.
Tangannya yang satu tengah membuka kancing dasternya dan menyelinap cepat mencari buah dada berukuran 34 itu. Ohh, nikmatnya sentuhan-sentuhan di buah dada, puting dan vaginaku. Pasti lebih nikmat lagi kalau tangan keponakan suamiku itu yang melakukannya. Ahh, sss, pemuda brengsek. Kenapa kau tidak menginap disini?”Fii.. kamu.. hh.. sudah mau keluar… hh.. sayang..?” Suara Laha terdengar serak dan terputus-putus.
Nuke mempercepat putaran dan pelintiran di klitorisnya. Mulutnya menganga, rintihannya mulai terdengar keras. Tiba-tiba ia merasa seakan-akan vaginanya dipenuhi oleh penis keponakan suaminya itu, yang memompa dengan keras. aahh. “Belum Fii..? Kamu belum mau keluar? Ooohh bibi sudah nggak tahan sayang.. bibi mau keluar.. nggak apa-apa ya bibi duluan..” Nuke mempercepat putarannya.
Tangan satunya kini memilin dan menarik-narik putingnya dengan keras. Ia seakan bisa merasakan pompaan penis pemuda itu pada vagina Laha semakin cepat dan semakin cepat.. dinding vaginanya mulai berdenyut cepat, nafasnya semakin cepat.}}
Pinggulku menghentak semakin cepat dan cepat. Tubuh Bi Laha terguncang kesana kemari, dan gelinjangnya tampak sudah tak karuan. Tiba-tiba pahanya menjepit keras, dan pinggulnya yang sedari tadi berputar-putar liar itu diangkat tinggi-tinggi dan..,
“Oooh… bibi keluar.. bibi keluaarrr… nggg…” Terdengar suara Bi Laha merengek panjang. Tangannya menjambak rambutku dan serta mencakar pundakku. Matanya membelalak dan mulutnya meringis. Otot wajahnya tegang seperti orang yang tengah melahirkan. Ketika itu juga penisku terasa hangat disemprot oleh cairan orgasme Bi Laha. Dan dinding vaginanya seperti menyempit meremas-remas penisku.
{{aahh, Rafiii… aahh aku.. aku juga keluaarrr… Nuke menghempaskan tubuhnya ke tembok. Gagang teleponnya terjatuh ke lantai.}}
Suara apa itu? Seperti keluar dari gagang telepon yang tergeletak di sisi kepala Bi Laha yang kini terbaring lemas, seperti orang yang kehilangan tulang-belulang. Ah, mungkin cuma imajinasiku saja. Aku menghentikan aktifitasku, dan menikmati keindahan wajah isteri pamanku yang sedang mengalami orgasmenya.
Pipi ranum perempuan itu kini tampak memerah, buah dadanya mulai naik turun dengan irama teratur. Pelan-pelan wajah cantik itu membuka matanya, lalu dengan lembut ia mencium keningku dan dengan penuh kasih sayang memelukku erat.
“Terima kasih sayang, terima kasih.” Bi Laha memandangku dengan mata berbinar. “Kamu sudah menghilangkan dahaga bibi selama ini.
.” “Sama-sama bi…, bibi juga merupakan perempuan diatas 30 yang tercantik dan terseksi yang pernah saya lihat. Ini kali pertama saya tidur dengan wanita seusia bibi. Dan…” Aku mencium bibirnya lembut. “Tingkah dan tubuh bibi nggak beda dengan perawan.” Perempuan itu tergelak, lalu mencubit pinggangku.
“Dasar perayu, ayo kasih bibi satu menit untuk membersihkan diri, lalu giliran kamu bibi puaskan.” Ia mencabut penisku yang masih tegang dari vaginanya, lalu membimbingku ke kamar mandi. “Punyamu itu benar-benar mengerikan lho Fi..” Komentarnya ketika menyiramkan air dingin di tubuh kami berdua.
Air dingin itu mendadak seakan memberi tenaga baru bagi kita berdua. Kesegarannya terasa mengalir dari ujung rambut hingga ujung kaki. Setelah mengeringkan tubuh, perempuan itu menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Penisku yang sempat layu, kembali menegang menempel di perut mulusnya. “Hmm..” Ia bergumam kagum.
“Si besar-mu itu sudah siap rupanya?” Aku mengangguk. “Kamu mau main di mana Fi? Di kamar bibi..?” Aku menggeleng “Ngga bi.., ini kamar Mang Iyus, saya nggak mau, bau kamar ini mengingatkan saya kalau bibi isteri paman saya dan itu membuat saya cemburu..” Bi Laha tersenyum bahagia mendengar kata-kataku itu, mukanya berbinar-binar persis seperti remaja yang sedang kasmaran. Ia pun mulai menggesek-gesekkan perutnya ke penisku membuat cairan bening itu keluar lagi membasahi pusar.
“Kalau begitu kita main di sofa lagi ya..?” Tanpa menunggu jawaban, ia membimbingku menuju sofa. Gagang telepon itu masih tergeletak di sana. Sambil duduk, aku meraih gagang itu untuk kuletakkan kembali di tempatnya, namun Bi Laha mencegah. “Jangan. Biarkan disitu. Bibi ngga mau diganggu oleh telepon dari pamanmu. Malam ini, kamulah suami bibi dan seorang isteri yang baik akan melakukan apa saja untuk menyenangkan suaminya… ya nggak yang..?”
{{Benar firasatku. Mereka akan memulai lagi permainan panasnya! Tapi tak kusangka Laha sedemikian marahnya pada suamiku, ehm, suami kami. Seperti kemarahan yang terakumulasi lalu meletus dengan dahsyatnya. Oh kedengarannya mereka sudah mulai. Laha mulai mengerang dan merintih, wah sedang diapakan dia??
Hmh.. betapa beruntungnya kau Laha.. Semoga aku sempat mencicipi pemuda itu sebelum pulang ke Bandung!! Nuke melihat jam di dinding, sudah 20 menit sejak suaminya pergi ke dokter. Ahh, mudah-mudahan antreannya panjang. Lampu di kamar tengah itu padam. Nuke terbaring di atas kasur busa sambil menempelkan gagang telepon erat-erat di kupingnya. Tubuhnya telanjang bulat.}}
Sehabis menggosok-gosokkan jemariku di lipatan vaginanya, dengan gemas kuraih tubuh telanjang isteri pamanku itu dan kududukkan di pangkuanku dengan posisi saling berhadapan. Kakinya yang mulus itu mengangkang sehingga bagian bawah penisku menempel tepat di belahan vaginanya. Dadanya yang busung tepat berada di depan mulutku.
Dengan segera kubenamkan mulutku di belahan buah dadanya. “Emm.. “, Bi Laha menggelinjang genit “Kamu suka sekali sama susu Bibi ya..?” Sambil mulai menyedot putingnya aku mengangguk. Bi Laha mulai bergumam seperti orang terserang demam sambil memeluk leherku. Pantatnya digerakkannya maju mundur sehingga vaginanya menggesek-gesek batang penisku.
Tak sampai 3 menit bergumul, Bi Laha sudah terangsang kembali. Kasihan Bibiku ini. Begitu lamanya ia menahan dahaga sehingga akibatnya, cepat sekali perempuan itu terangsang. “Ooohh Fiii.. bibi ngga tahan… ” Tiba-tiba dengan cepat tangannya menangkap penisku, ia mengangkat pantatnya sedikit lalu menyelipkan kepala penisku di bibir vaginanya.
Pelan-pelan, ia menurunkan pantatnya sehingga batang besar itu melesak ke dalam vaginanya yang, my god, sudah basah itu. “Aah.. sss… aahh..” Bi Laha mulai mendesis-desis merasakan kenikmatan di dinding vaginanya. Hmm, agak terlalu cepat prosesnya, pikirku. Lalu kuhentikan gerak pantat perempuan itu sehingga penis yang baru masuk seperempatnya itu tertahan di dalam. “Ohh… kok ditahan ‘yang..?”
Bi Laha bertanya dengan nada kecewa. “Nggak, saya ingin cara lain bi.. bibi ngga keberatan kan..?”. Tiba-tiba perempuan itu tersenyum malu dan melepaskan penisku dari jepitan vaginanya. Ia lalu merebahkan tubuhnya di atas tubuhku sambil memelukku mesra. “Maaf ‘yang, bibi lupa sasma kamu. Bibi memang egois. Bibi cuma memikirkan bagaimana untuk secepatnya orgasme lagi.. Maklum, anak perawan..” Kami berdua tergelak. Bi Laha, Bi Laha.. sayang kau isteri orang.
“Oke, kamu mau bibi ngapain supaya puas…”
“Coba bibi berlutut di depan saya..” Bi Laha tersenyum dan berlutut tepat diantara dua pahaku. Penisku kini tepat berada di dadanya yang montok.
“Terus.. ngapain..?” Katanya polos.
“Tutup mata bibi dan buka mulut.. saya ingin mencium bibir bibi sambil berlutut..”
“Uuuhh.. macem-macem.. ” Ujarnya manja, sambil menutup mata dan membuka mulutnya.
“Mulutnya kurang lebar bi.. saya ingin menjilat lidah bibi..”
{{Apa yang kau inginkan Rafi..? Jangan-jangan ia ingin agar Laha memasukkan…}}”mm! mm!” Bi Laha menjerit-jerit kaget ketika kumasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ia terbelalak melihat batang besar itu bergerak keluar masuk rongga mulutnya. Tampak ia agak jijik dan risih sehingga beberapa kali tampak hendak meludahkan penis itu keluar. Namun, tanganku dengan kokoh menahan kepalanya untuk memaksa mencicipinya.
“Maaf bi, saya paling suka kalau penis saya dikulum. Saya takut kalau minta, bibi malah nggak mau. Nah, terpaksa saya agak maksa. Tapi rasanya nikmat kan?”
“Mmmm…!” Bi Laha menggumam keras sambil memperlihatkan ekspresi berpura-pura marah. Tapi, ia mulai menggerakkan kepalanya naik-turun tanpa paksaan. Nafasnya juga ikut memburu. Rupanya dengan mengulum penisku ia semakin terangsang birahinya.
“Yaahh.. begitu Bi.. tapi giginya jangan kena batang saya dong Bi.. sakiit.. Naahh begitu.. aouhh.. aahh..”
{{Nuke memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut, lalu mengulumnya. Oh Rafiii, kau benar laki-laki penuh fantasi. Benar dugaanku, kau memang menginginkan penismu dikulum dan dihisap. Oooh nasib, kenapa Bi Laha selalu yang ditakdirkan untuk mendapat sesuatu pertama kali? Perempuan itu kemudian meremas buah dadanya dengan keras.
Telunjuknya serasa berubah menjadi penis besar milik keponakan suaminya itu, walaupun ia tak pernah melihat bentuk aslinya. Tiba-tiba ia merasa batinnya seakan mengucapkan sumpah, “Aku harus mendapatkan pemuda itu, apapun resikonya!”}}
“Bii.. sekarang sambil masuk keluar, lidah bibi digoyang dong.. supaya kena urat sebelah bawah yang deket kepala.. yaahh.. yaah.. gituuu.. addouww.. Bii.. ennakk.. aahh..” Aku mulai menggelinjang-gelinjang. Tubuhku kini bersandar dengan santai di sofa dan hanya pinggulku yang bergoyang-goyang mengikuti irama keluar-masuk mulut isteri pamanku itu.
Bi Laha memang orang yang cepat belajar. Terbukti tanpa petunjuk, ia mulai mengembangkan sendiri teknik-teknik oral seks. Seperti yang sedang ia lakukan saat ini, Bi Laha tengah menyedot sambil sesekali menggigit urat sensitif di bawah kepala penisku. Lalu, ia juga mengecup dan mencubit-cubit dengan bibirku batang penisku dari arah kepala sampai kedua bola di pangkalnya. Dan yang gila, ia kini bisa mengkombinasikan antara kuluman dan kocokan tangan.
Penisku digenggamnya di bagian atas lalu diturunkannya ke pangkal batang. Ketika bagian kepala penisku keluar dari ujung genggamannya, mulutnya langsung menyambut untuk dikulum. Demikian seterusnya. Aku hanya bisa berkata “Biii.. bibiii… ennnaakkk.. aahh..” seraya membelai-belai punggungnya yang putih mulus itu. Kadang-kadang belaianku itu mendekati belahan pantatnya, yang sesekali kuremas gemas.
{{Hebat kau Laha, aku iri padamu. Kau bisa membuat pemuda itu mengerang keenakan dengan sedotan dan hisapanmu. Itu berarti, kau ahli memuaskan lelaki.}}
Aku mencabut penisku dari mulutnya lalu mengecup bibirnya mesra. “Terima kasih Bi…, Bibi memang baik sekali…” “Tapi, kamu kan belum keluar ‘yang..?” “Hehe.. nanti juga keluar sendiri.. bi.. pinjam susunya dong..” Aku meletakkan penis besarku di belahan buah dada bibiku yang montok itu. Seakan sudah berpengalaman, perempuan itu menjepit penisku dengan buah dada kiri kanannya, lalu pelan-pelan mulai bergerak naik turun. “Oaah… Oaahh.. Biii.. Bibiii jepitan susunya nikmat bangeeett.. penis saya rasanya diremes-remes.. aahh…”.
{{Nuke mengangkat kedua pahanya sehingga dengkulnya nyaris menyentuh buah dadanya, lalu ia memasukkan jari tengahnya ke dalam liang vaginanya. aahh, aku tak tahan lagi mendengar permainan mereka. Aku ingin cepat-cepat orgasme lagi. Dan perempuan itu mulai memutar-mutarkan jarinya di liang lembab itu. Rafi, Laha, kalian memang gila.
Belum pernah aku mendengar kisah persetubuhan sepanas kalian. Apalagi yang sedang kalian lakukan sekarang. Menjepit penis dengan kedua buah dada? Lalu, si lelaki menggerakkan penisnya maju mundur? Ohh benar-benar sensasional! Tiba-tiba didengarnya suara pemuda itu berkata, “Bii.. saya ngga tahan lagi.. bibi benar-benar merangsang birahi saya.. Coba sekarang bibi berdiri menungging. Pegang dudukan sofa ini..”
“Begini Fi..?”
“Yak… betul. Kakinya dibuka agak lebar.. yak. Fuuuhh.. Pantat bibi seksi sekaliii..” Terdengar suara pemuda itu seperti memuja sesuatu. “Kalau bibi goyang seperti ini, kamu suka?” Laha mulai menggoda dengan nada senang. Tentu saja senang. Siapa yang tak senang dipuji? Tanpa sadar Nuke berkata ketus dalam hati.
“‘Yang.. kamu mau masukin dari belakang?”
“Yak.. ini satu lagi kesukaan saya.. bibi pernah melakukannya?”
“Boro-borooo..” Nuke tersenyum masam mendengar jawaban Laha. Perempuan itu benar. Kang Iyus adalah lelaki tanpa fantasi. Baginya seks adalah suatu kewajiban.
Bukan alat untuk mencapai kenikmatan. Nuke pun mulai bisa mengerti mengapa isteri tua suaminya itu nekad berselingkuh dengan keponakannya sendiri. Tiba-tiba terdengat suara Laha merintih-rintih. “Sakit bi…?” Oh, pemuda itu mulai memasukkan penisnya dari belakang! Ow, pasti nikmat sekali..!}}
“Sedikit.. sss… pelan-pelan ya yang..?” Bi Laha mencengkeram kain dudukan sofa itu seraya menggigit bibir. Rupanya ia merasa sakit menerima peneterasi dari arah belakang untuk pertama kalinya. Baru separuh penisku memasuki vaginanya. Aku membelai pantat yang sedang menungging itu, terus ke arah punggung, lalu ke bawah menyambut buah dadanya yang bergelantungan. Kepalanya menengok kebelakang ingin melihat bagaimana penis besarku memasuki vaginanya.
“Coba dorong lagi Fi.. sedikit-sedikit ya..?”kontol
Aku mengangguk dan mendesakkan penisku semakin dalam. “Yaahh.. iyyyaahh.. RAFiii… auh.. panjang sekali punyamu yang…” Perempuan itu menjerit ketika seluruh penisku amblas tertanam dalam vaginanya yang becek itu. Lalu mulailah aku menikmati posisi kesukaanku itu. Kuhentakkan keras-keras pinggulku ke pantat Bi Laha. Setiap hentakan menyebabkan pantatnya bergetar dan buah dadanya berayun keras. Setiap hentakan itu juga menyebabkan mulut seksi perempuan berusia 30-an itu menjerit dan meringis.
Lalu tempelkan perut dan dadaku di punggung mulusnya. Tangan kananku mulai meremas-remas kedua buah dadanya serta memilin putingnya, sedang tangan kiriku mengocok tonjolan daging di pangkal vagina yang dipenuhi oleh bulu-bulu keriting itu. “aahh.. aahh.. nikmat sekali yang… posisi ini ennnaakk…”
Hampir 5 menit kami bergumul dalam posisi menungging. Tiba-tiba kurasakan desiran itu bergerak cepat dari ujung kepala, turun ke dada, melewati perut, dan terus ke selangkangan… Otot-ototku mulai menegang.
“Biii.. bibi… Saya mau keluar biii..”kontol
“Ya sayang.. ayo sayang.. bibi juga mau keluar.. bibi juga mauuu..”
{{Ooohh Rafiii, aku jugaa… Nuke mempercepat tusukan jari tengah di vaginanya. Terdengar suara mobil suaminya memasuki halaman. Nuke tak peduli.}}
Aku mendekatkan kepalaku ke kepalanya, Bi Laha menengok dan menyambut ciumanku dari belakang. Kami saling memagut sambil terus merasakan gesekan-gesekan di kelamin kami yang semakin cepat, kocokanku di klitorisnya yang semakin liar, remasanku di buah dadanya yang semakin keras, ciuman kami yang semakin buas diiringi “mmhh… mmhh..” yang semakin keras dan sering.
Tiba-tiba otot-otot tubuh kami menegang, lalu semakin menegang, semakin menegang, lalu…
“Bibiii saya keluaar… aahh…”
“Bibi juga sayang, bibi jugaa… nnggg…”
{{Tubuh Nuke meregang, lalu ia menusukkan jemarinya dalam-dalam. Dan.. aaouuuhh… aku orgasme.. aku orgasmeee! Gila! Untuk kedua kalinya! Terdengar suara pintu mobil dibuka. Nuke melompat, menutup telepon, membawa kasur busa dan menghilang ke balik kamar tidurnya.}}
Malam itu, atas permintaannya aku menyetubuhi bibiku sekali lagi di atas meja makan. Untuk membalas hutang tadi siang, begitu alasannya dengan nada gurau. Sesudah itu kamipun tidur berpelukan dengan mesra di kamarku sambil bertelanjang bulat. Sebelum tidur kami mengucapkan beberapa kata cinta dan berciuman lamaa sekali.,,,,,,,,,,,,,,,,