Cerita Sex Kurelakan Perawanku Demi Melunasi Hutang Abah part 2
Ahhhhh Hennyiiii …. Nimaaat bangeeeet ….. “ kata Pak Martono.
Aku tidak menjawabnya. Aku terlalu sibuk menikmati persetubuhan itu dan sesekali aku mengangkat pantatku untuk menyambut tusukan kotol Pak Martono di memekku. Aku merangkul dan membelai-belai punggung Pak Martono. Aku sudah memperlakukan Pak Martono seperti seorang suami. Pak Martono mempercepat gerakannya dan aku pun semakin melambung ke angkasa. Aku merasakan dorongan yang sangat kuat di bagian rahimku yang membuat aku seperti mengejan. Reluruh otot-otot di tubuhku mengejang. Memekku berdenyut-denyut.
“AAAAAAAAAAH ……. AAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH …” aku menjerit keras ketika aku mencapai orgasme pertamaku. Hal yang semula aku lakukan karena terpaksa untuk menyelamatkan martabat orang tuaku ternyata begitu nikmat. Mungkin ini adalah kompensasi yang diberikan Tuhan atas pengorbananku. Tubuhku begitu rileks setelah puncak kenikmatan bersetubuh itu aku capai. Aku terbujur di atas tempat tidur sambil meresapi setiap sensasi yang aku rasakan. sexy
Pak Martono yang belum mencapai klimaks tidak terlalu suka dengan kondisi memekku yang sangat basah serta tubuhku yang lemas tanpa reaksi. Dia mencabut kontolnya dari memekku dan berganti posisi. Dia menempatkan kontolnya di antara kedua buah dadaku. Dia memegang buah dadaku dengan kedua tangannya sehingga kontolnya terjepit kedua benda lembut tapi kenyal itu. Lalu dia menggerakkan pinggulnya dan memperlakukan celah di antara kedua buah dadaku seperti yang dia lakukan pada memekku. Aku yang masih lemas karena orgasmeku hanya terdiam memandangi kepala kotol Pak Martono yang timbul tenggelam dari celah itu. Setelah beberapa menit Pak Martono mempercepat gerakkannya dan akhirnya air maninya menyembur membasahi wajah, leher dan payudaraku. Dia pun ambruk di sisiku sambil mengatur nafasnya.
“Bukan main! Asyik sekali yang barusan itu ….” kata Pak Martono sambil kembali mengenakan pakaiannya. “Mulai hari ini sampai batas waktu yang aku tentukan nanti, kita akan sering melakukannya. Kamu harus siap kapan pun saya ingin menyelipkan kotol ini di memek kamu,” sambungnya sambil berjalan meninggalkan aku yang terbujur lemas di atas tempat tidur.
Begitu aku sadar tentang apa yang telah terjadi, air mataku menitik keluar. Aku tidak menyesali pengorbananku, namun aku menyesali mengapa aku begitu menikmati persetubuhan itu. Aku merasa jijik pada diriku sendiri, tetapi aku tidak bisa memungkiri bahwa kenikmatan yang aku dapat dari persetubuhan itu memang begitu indah. Aku bahkan tidak menyeka mukaku yang berlumuran air mani Pak Martono yang bercampur air mataku.
Mak yang rupanya sempat menyaksikan detik-detik terakhir persetubuhanku dengan Pak Martono dengan setengah berlari menghambur masuk ke kamar dan menghampiriku “Henny …… Maafkan Mak dan Abah ya nak. Karena kami kau harus melakukan ini,” kata Mak sambil membersihkan wajah. Leher dan dadaku dari air mani Pak Martono dengan sapu tangan yang diambilnya dari meja riasku. (Aku masih menyimpan sapu tangan bernoda air mani Pak Martono itu dan sesekali aku menciumi aroma laki-laki yang samar-samar masih tersisa di sana). Aku hanya diam mematung di atas tempat tidurku, tak mapu untuk berkata apa-apa. Mak menutup tubuh telanjangku dengan selimut dan menyuruh aku untuk tidur. Aku pun terlelap sampai pagi.
Sebelum pergi meninggalkan rumah kami, Pak Martono sempat menaruh beberapa lembar uang ratusan ribu di atas meja riasku. Aku pergunakan uang itu untuk biaya pengobatan Abah dan makan sehari-hari. Sejak saat itu, aku telah menjadi gundik pemuas nafsu birahi Pak Martono untuk waktu yang aku pun tidak tahu berapa lama.
Pagi tadi, ketika aku kembali dari pasar, aku bertemu Pak Martono di tengah jalan. Dia sedang berdiri sambil mengobrol dengan Pak Jono, sopirnya. Rupanya Pak Martono sedang meninjau pembuatan sumur bor di tengah ladangnya. Jalan di desa kami memang tidak pernah terlalu ramai, sehingga Pak Martono bisa memarkir mobilnya di bahu jalan tanpa menghalangi orang yang lalu lalang. Pak Martono menyapaku dan meminta aku untuk berhenti sebentar.
“Wah baru selesai belanja rupanya …” kata Pak Martono.
“Ya, Pak … Untuk makan siang dan makan malam Abah dan Mak nanti,” jawabku.
“Sini kamu. Aku kepingin sarapan dulu,” katanya sambil menarik tanganku untuk mendekatinya.
Menyadari posisiku yang lemah, aku tidak berani melawan. Begitu aku berdiri di sampingnya, Pak Martono membuka retsleting celananya dan aku mengerti apa yang dia mau. Aku berjongkok dan mulai mengulum kontolnya. Sambil terus mengawasi orang-orang yang sedang membuat sumur bor, Pak Martono menikmati “sarapan pagi” yang sedang aku berikan. Aku pegang kontolnya dan aku gerak-gerakkan kepalaku maju mundur sehingga kepala kontolnya keluar masuk dari mulutku. Sesekali aku jilati ujung kontolnya sambil beristirahat. Pak Martono begitu menikmatinya sehingga dia mengerang, mendesis bahkan kadang bergumam tidak jelas. Suaranya membuat orang-orang yang sedang membuat sumur bor menoleh ke arah kami. Malu juga rasanya ditonton orang, walau hanya cuma beberapa kepala saja.
kotol Pak Martono sudah begitu tegang dan keras. Dia meminta aku berdiri dan melepas celana dalamku. Semula aku menolak. “Masak di sini sih, Pak … Kan gak enak ditonton orang,” kataku. “Tenang saja … Ayo cepat buka,” katanya sambil mengocok-ngocok kontolnya dengan tangannya sendiri. Aku angkat rokku dan aku copot celana dalamku dengan hat-hati agar memekku tidak terlihat oleh orang-orang di ladang atau Pak Jono yang berdiri tidak jauh dari kami, setelah itu aku lipat dan taruh di keranjang belanjaanku. Pak Martono meminta aku berdiri di samping mobil dan menaruh kedua tanganku di atas kapnya. Pak Martono kemudian berdiri di belakangku dan menyingkap bagian belakang rokku. Pantatku yang telanjang terasa dingin diterpa angin. Aku malu sekali karena pantatku bisa dilihat oleh banyak orang sekarang. Akan tetapi bayangan akan disetubuhi di udara terbuka dan disasksikan orang banyak membuat aku agak terangsang. Pak Martono sempat tersenyum begitu dia menyentuh memekku dari belakang, karena memekku ternyata sudah cukup basah.
“Wah sudah basah nih, sudah kepingin ya?” katanya. “Baguslah, coba bungkukkan badanmu sedikit biar saya gampang masuk,” sambungnya. Aku mnegikuti keinginannya. Badanku aku bungkukkan sedikit sehinga pantatku agak menonjol ke belakang. Kakiku dilebarkan. Akhirnya, hal itu pun terjadilah. kotol Pak Martono masuk ke dalam memekku yang masih sempit ini. Pak Martono masih agak kesulitan menembus lubang di selangkaganku. Pelan-pelan dengan dibimbing tangannya kotol Pak Martono akhirnya melesak masuk. Badanku agak bergetar begitu aku merasakan gesekan kotol Pak Martono pada dinding-dinding dalam memekku. Perlahan-lahan Pak Martono mulai menggenjot kontolnya keluar masuk memekku.
“Ahhhhh ….. Aaaaahhhhhhh …. Aaaaaaahhhhhhh….” desahku pada setiap tusukan. Aku menggoyang pinggulku untuk mengimbangi genkotan Pak Martono. “Shhhhhhh …. Yeeeeeaaahhhhhh …… Aaaaaaahhhh …” aku terus mendesah.
“Nikmat sekali … Goyang terus, Henny … Yaaaa …… Kayak gituuuuu …… Uuuuuuuhhhhhhh …..” kata Pak Martono. Tangan Pak Martono memegangi pinggangku setiap kali dia mendorong kontolnya masuk ke memekku. Sesekali dia meremas buah dadaku dari balik baju. sexy
Sensasi bersetubuh di pinggir jalan dengan beberapa orang yang menyaksikannya sangat luar biasa buat aku. Aku merasa seperti wanita jalang yang hanya punya satu tujuan hidup: seks. Aku sangat menikmati persetubuhan itu sehingga tanpa sadar aku mengeleng-gelengkan kepalaku sambil terus mendesah, mendesis dan bahkan berteriak. Kenikmatan itu sudah mengambil alih kendali atas tubuhku.
“Lebih cepat, Pak …. Lebih cepat ….. Yeeeeeaaaaaahhhh …. Shhhhh …. Genjot lebih cepaaaaat …. Aku sudah mau keluar …” Pak Martono pun memenuhi permintaanku. Kontolnya bergerak lebih cepat keluar masuk memekku. Aku merasa sudah hampir mencapai orgasme. Tubuhku mengejang dan melengkung ke belakang hingga berhimpitan dengan tubuh Pak Martono.
“Aku mau keluar Pak …. Aku mau keluaaaaarrrrr …. AAAAAHHHHH …. AAAAAAAAHHHHHHHH …..AAAAAAHHHHHHHHHHH ….” Aku berteriak melepaskan semua rasa ketika orgasme meledak-ledak di dalam tubuhku. Orang yang lewat dan para tukang yang sedang bekerja di lading membuat sumur bor mengalihkan perhatian mereka ke arah kami berdua. Aku sudah tidak peduli lagi. Kenikmatan seksual ini jauh lebih berharga bagiku. Sesaat setelah tubuhku kembali melemas, Pak Martono mencabut kontolnya dari memekku dan meminta aku melakukan oral lagi. Hanya beberapa menit saja aku mengulum, mengenyot dan menjilari kotol Pak Martono hingga akhirnya kotol itu menumpahkan air mani kental berwarna putih. Sebagian air mani itu membasahi bajuku dan rambutku. Lalu aku menjilati sisa air mani dari kotol Pak Martono hingga bersih.