Cerita Sex Aku Hamil Dengan Teman Suamiku part 2
Seperti keluhanku saat bersetubuh dengan koko sampai kepada kehidupan seksku di masa lalu. Sebenarnya sih aku “terjebak” oleh kecerdikan mas Arif yang mulai melihat bahwa pengalaman seksku lebih baik dari pada kokoku. Tapi karena dia tidak pernah menghakimi sama sekali perbuatanku, maka aku malah merasa benar-benar telah menemukan teman curhatku. Tentu saja aku belum berterus terang bahwa aku pernah melakukan aborsi, bahkan sampai lima kali, karena aku belum berani menebak reaksinya terhadap hal yang satu ini. sexy
Chatting di internet memang memungkinkan orang untuk melewati batas-batas yang hampir tidak mungkin dilakukan di dunia nyata oleh orang-orang yang sebenarnya saling asing sama sekali. Awalnya aku yang mencoba memancingnya untuk “menaikkan status” menjadi berpacaran di dunia maya karena toh sekarang kami sudah menggunakan nama samaran masing-masing. Ternyata mas Arif bersedia saja selama kami menambah beberapa kode “pengaman” untuk mencegah akun masing-masing diterobos orang lain.
Jadilah kami mulai berpacaran di dunia maya, seperti pacaranku sebelumnya aku merasa bebas untuk “berhubungan seks” dengan pacarku termasuk yang di dunia maya kali ini. Apabila aku belum orgasme setelah disetubuhi koko, aku minta mas Arif untuk memuaskanku sampai orgasme melalui persetubuhan ala chatting. Apabila mas Arif bilang “aku remas remas payudaramu”, maka aku meremas-remas payudaraku dengan membayangkan mas Arif yang melakukannya. Biasanya hanya sampai mengelus-elus vaginaku saja oleh chattingannya mas Arif, aku sudah bisa orgasme.
Aku benar-benar mulai tergila-gila dengan mas Arif dan benar-benar mulai menganggap bahwa aku ini adalah pacar gelapnya dia. Untuk semakin memudahkan komunikasi kami, mas Arif lalu mengajarkanku untuk memanfaatkan webcam dari notebookku sehingga sekarang kami bisa saling melihat satu dengan lainnya. Tanpa malu-malu aku sering tampil di depan webcam mulai dari berpakaian seksi, berpakaian minim, bertelanjang bulat sampai beronani. Tentu saja hal itu hanya bisa aku lakukan saat koko sedang tidak ada di rumah, sedangkan mertuaku tidak mungkin bisa memergokiku karena kamarku ada di lantai 2.
Bercumbu di dunia maya lama kelamaan mulai tidak cukup buatku, aku mulai menginginkan bercinta sungguhan dengan mas Arif. Saat aku sampaikan keinginanku ini, ternyata mas Arif pun punya keinginan yang sama. Walaupun begitu ternyata sangat sulit menemukan waktu yang pas untuk bertemu karena mas Arif ingin persetubuhan yang pertama harus penuh kesan bukan persetubuhan singkat di mobil misalnya. Hal ini membuatku hampir menjadi putus asa karena waktu yang tersedia bagiku amat terbatas yaitu saat aku ke pasar atau ke gereja.
Tapi akhirnya kesempatan itu datang juga, karena suatu hal Koko tidak bisa pergi ke Singapura untuk membeli obat buat mertuaku sehingga dia memintaku yang pergi ke sana. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan, aku sekalian membujuk Koko untuk membiarkan aku berobat menyuburkan kandunganku di Singapura, terserah itu dilakukan di rumah sakit atau ke shinshe yang ada di sana. Dasar kalau sudah hoki, ternyata mertuaku sangat mendukung bahkan ikut mencarikan informasi mengenai klinik yang bisa aku datangi. Akhirnya aku dapat ijin untuk pergi ke Singapura selama lima hari karena memang perawatannya sendiri memerlukan proses pengambilan sampel sebelum dan saat memasuki masa suburku.
Aku mengatur jadwal kepergianku bersama-sama dengan mas Arif, tentu saja tanpa sepengetahuan Koko. Kami akan menginap di hotel yang sama tetapi berbeda kamar, mas Arif sendiri menyiapkan dua kamar untuk berjaga-jaga dari semua kemungkinan. Penerbangan kami tadinya akan dibuat berbeda, tetapi mas Arif khawatir kalau ada sesuatu menimpaku karena aku tidak pernah benar-benar pergi sendiri ke luar negeri sehingga akhirnya kami menggunakan penerbangan yang sama.
Pada hari H sesampainya di bandara aku segera bergegas ke business lounge seperti yang diminta mas Arif karena dia sudah menunggu di sana. Setelah cipika cipiki kami mencoba mengobrol, ternyata semua jadi kikuk lagi tidak selancar waktu ngobrol chatting di internet tapi akhirnya mas Arif berhasil mencairkan suasana dengan gurauan-gurauannya. Walaupun kami berusaha bersikap sewajar mungkin tapi tidak bisa dipungkiri tetap terlihat ada suasana kemesraan di antara kami. Sebagian orang di sana sering melirik kami dengan pandangan heran karena melihat pasangan pribumi sawo matang berbaju kasual dengan Chinese putih yang sangat sipit yang berbaju seksi. sexy
Akhirnya waktu untuk boarding tiba, sebelum kami berjalan ke boarding lounge mas Arif tiba-tiba berbisik padaku untuk melepas celana dalamku di toilet business lounge sebelum naik pesawat. Mukaku sampai merah merona karena jengah mendengarnya dan sempat protes karena aku sudah memakai rok mini yang tinggal 1/3 paha kalau sedang duduk tapi mas Arif keukeuh pada permintaannya. Walaupun aku tidak mengerti tujuannya tetapi aku turuti juga kemauan mas Arif yang menungguku melepas celana dalamku di luar pintu toilet dengan senyuman nakal.
Entah bagaimana caranya mas Arif bisa mengatur kami duduk berdampingan di pesawat padahal waktu check-in kami terpisah dan kami duduk di baris yang memang hanya ada dua kursi saja. Aku kembali terheran-heran saat mas Arif mengambil selimut yang tersedia di bagasi cabin dan memakainya untuk menutupi pahaku yang hanya tertutup rok mini. Pikirku mungkin mas Arif tidak terbiasa berjalan dengan wanita yang berpakaian seksi karena istri dan anak perempuan mas Arif sehari-harinya pakai jilbab. Hal itu berbeda dengan Kokoku yang selalu menginginkan aku berpakaian seseksi mungkin, apalagi karena payudaraku sangat besar dan bulat membuat dia selalu membelikan aku baju-baju yang membuat kelebihan ukuran dadaku semakin terlihat.
Di dalam pesawat aku mulai berani bergelendotan manja dengan mas Arif yang membalasnya dengan kecupan-kecupan kecil di pipi dan bibirku. Jantungku mulai berdebar kencang membayangkan apa yang akan kami lakukan selama beberapa malam ke depan tanpa gangguan siapapun. Setelah pesawat take-off tangan mas Arif mulai masuk kebalik selimut yang menutup pahaku. Sekarang aku jadi mengerti tujuan mas Arif menyuruhku membuka celana dalam dan kemudian menutupinya dengan selimut. Tanpa kusadari kulit wajahku kembali merah merona dan nafasku mulai memburu, padahal tangan mas Arif baru memijat-mijat pahaku saja.